Semarang (22/11/2023). Selama ini pembelajaran Sejarah identik dengan hal-hal menghafal, bercerita/bertutur. Berkisah hal-hal usang sehingga kurang menarik bahkan cenderung monoton dan membosankan. Tidak sedikit guru sejarah yang mengidolakan “ceramah” sebagai metode andalan dalam pembelajaran Sejarah. Lalu begaimana membuat pembelajaran Sejarah menjadi pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, menarik, gembira, dan rekreatif ? Salah satunya dengan mempraktikan model pembelajaran lawatan. Menurut Susanto Zuhdi, Lawatan Sejarah adalah program penjelajahan masa lalu melalui kunjungan ke tempat-tempat bersejarah.

Di kelas XI Semeser 1, salah satu materi yang dibahas adalah Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia. Hal ini menjadi sangat tepat untuk penerapan model pembelajaran Lawatan Sejarah. Kota Semarang memiliki tinggalan masa Kolonialisme Belanda berupa bangunan-bangunan yang terpusat di Kota Lama dan sekitarnya. Dari observasi awal secara lisan, didapat informasi bahwa ternyata peserta didik tidak banyak mengetahui Sejarah bangunan-bangunan di Kota Lama. Sebagai langkah  awal pembelajaran, peserta didik diajak belajar di Ruang  Pojok Literasi Arkeologi (PLA) SMA Negeri 14 Semarang untuk mendapat pembekalan materi dan penugasan sebelum terjun ke lokasi. Pojok Literasi Arkeologi yang dimiliki SMA 14 Semarang merupakan satu-satunya ruang belajar Sejarah yang ada di Kota Semarang. Selanjutnya, pada pertemuan berikutnya peserta didik diajak melakukan kegiatan di Lapangan dengan jalan kaki dan mendapat penjelasan dari Guru mata pelajaran Sejarah di sepanjang lokasi yang dilewati. Selain itu peserta didik juga mengunjungi beberapa bangunan yang ada di Kota Lama Semarang, yaitu Gedung Weskamer. Gereja Blenduk, Gedung Oudestad, Gedung Marba, Rumah Makan Pring Sewu, Gedung Monodhuis, Gedung Bank Mandiri dan Gedung UMKM. Di masing-masing gedung, peserta didik mendapat penjelasan langsung dari Narasumber atau pemandu wisata. Hal ini tentu saja menjadi pengalaman baru bagi peserta didik, sekalipun mereka sudah berulangkali mengunjungi Kota Lama

Beberapa testimoni peserta didik mengungkapkan setelah mengikuti kegiatan lawatan sejarah ini, peserta didik merasa mendapatkan “sesuatu yang baru” yang berbeda. Misalnya memperoleh fakta atau informasi terkini suatu materi/topik yang tidak diperoleh dalam proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Artinya peserta didik dapat membuktikan, mengkorelasikan atau mengkritisi kebenaran konsep yang diperoleh dari gurunya dengan kebenaran, temuan-temuan faktual di lapangan. Sehingga Lawatan Sejarah sebagai model pembelajaran, mampu menumbuhkan gairah dan minat belajar peserta didik. Bagi guru, hal ini sebagai usaha meningkatkan kualitas pembelajaran. Dan bagi sekolah untuk lebih mendukung dengan memfasilitasi kegiatan belajar mengajar di luar kelas. Sehingga terkondisi suasana belajar yang menarik, menyenangkan, aktif, kreatif, dan inovatif.

 

Penulis           : Ika Dewi Retno Sari, M.Pd Guru Sejarah dan Koordinator Pojok Literasi Arkeologi (PLA) SMA Negeri 14 Semarang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *